Review Pemantauan dan Pengelolaan lingkungan Kasus Pencemaran dan Di Desa Buyat Pantai Dan Desa Ratatotok Kecamatan Ratatotok
I. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Usaha dan / atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL), wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan. Perlu diketahui juga dalam peraturan pemerintah tersebut, Bagi usaha dan atau kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup wajib melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL); Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 juga menentukan bahwa dokumen AMDAL terdiri dari dokumen KA, ANDAL serta dokumen RKL/RPL merupakan dokumen studi kelayakan lingkungan. Dokumen ANDAL merupakan suatu dokumen hasil kajian ilmiah tentang dampak lingkungan, sedangkan dokumen RKL/RPL merupakan dokumen yang akan menjadi prasyarat atas putusan kelayakan lingkungan yang akan menjadi syarat atas izin yang akan dikeluarkan oleh instansi yang berwenang mengeluarkan izin usaha Setiap kegiatan berpotensi dalam perubahan atau bahkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup baik disengaja atau tidak. Dengan adanya mekanisme diatas diharapkan pemrakarsa dapat mengikuti prosedur yang berlaku dan menaatinya sehingga tercapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, selain itu dengan adanya mekanisme pemantauan lingkungan merupakan salah satu cara untuk deteksi dini terhadap kerusakan lingkungan maupun pencemaran lingkungan. Usaha atau kegiatan pertambangan merupakan suatu eksploitasi sumber daya alam yang tak terbaharui. Kegiatan ini berpotensi mengakibatkan pengubahan bentuk lahan dan bentang alam, terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga akan terjadi kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya. Selain itu dengan adanya lahan pekerjaan baru dan datangnya pekerja pekerja dari luar daerah tersebut akan mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya lokal sekitar kegiatan (Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999). Permasalahan lingkungan hidup yang menyangkut pertambangan dan cukup kontroversial, salah satunya adalah masalah lingkungan hidup di daerah Buyat (pencemaran di perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan Sulawesi Utara), dimana disana terdapat perusahaan tambang (PT Newmont Minahasa Raya) yang melakukan kegiatan pertambangan “emas” dengan sistem terbuka yang menggunakan sistem penempatan tailing di dasar laut dan terdapat keluhan-keluhan masyarakat mengenai kesehatan yang dianggap diakibatkan dari pengelolaan lingkungan hidup yang kurang baik. II. Tinjauan Pustaka 2.1 PT Newmont Minahasa Raya PT Newmont Minahasa Raya (NMR) adalah perusahaan tambang emas yang mengoperasikan penambangan terbuka dan pengolahan biji menjadi batang emas di Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. NMR memiliki izin Penambangan berdasarkan Kontrak Karya Generasi ke IV Tanggal 6 Nopember 1986 dengan Surat Persetujuan Presiden RI No. B-43/Pres/11/1986, selain itu Persetujuan AMDAL oleh Menteri Pertambangan dan Energi Nomor: 4791/0115/SJ.T/1994 tanggal 17 November 1994. Operasi penambangan NMR dimulai pada Juli 1995 dan operasi pengolahan Maret 1996 dan berakhir pada 31 Agustus 2004. Perusahaan ini memiliki kapasitas Produksi Biji emas 700.000 ton/tahun. Dari hasil penambangan, tailing dibuang ke teluk buyat. Hal ini didasarkan pada Izin Pembuangan Tailing ke Teluk Buyat: SK Menteri Negara Lingkungan Hidup/ Kepala Bapedal Nomor: B-1456/BAPEDAL/07/2000 tanggal 11 Juli 2000 dengan syarat melakukan Studi Ecological Risk Assesment (ERA). Hanya sayangnya ERA yang dilakukan oleh PT NMR belum disetujui oleh MenLH karena terdapat beberapa faktor faktor yang belum mendukung sempurnanya ERA tersebut. Sehingga ijin untuk pembuangan tailing belum didapat oleh PT. NMR. ERA telah disusun dan diserahkan oleh PT NMR kepada KLH tetapi ditolak (19 juni 2001) hal ini disebabkan Data-data yang disajikan di dalam ERA belum dapat digunakan untuk pengambilan keputusan karena adanya kesalahan dalam pengambilan sampel. Kemudian KLH meminta PT. NMR untuk melakukan berbagai perbaikan terhadap hasil studi tersebut, termasuk untuk melakukan pengambilan sampel bersama dengan Tenaga Ahli ERA PT. NMR. Perusahaan tambang tersebut memanfaatkan dasar laut sebagai media untuk menempatkan limbah tailing (memiliki densitas ± 1,336 kg/m3.) yang dihasilkan dari proses penambangan di kedalaman 82 meter pada jarak sekitar 900 meter dari Pantai Buyat melalui pipa dengan diameter dalam ± 20 cm dengan asumsi diatas kedalaman tersebut terdapat termoklin. Sesuai kajian yang dilakukan oleh PT. NMR bahwa pemilihan sistem penempatan tailing di dasar laut (Submarine Tailing Placement atau Submarine Tailing Disposal) didasarkan kepada penilaian faktor lingkungan, rekayasa dan ekonomi. Bila dibandingkan dengan densitas air laut yaitu 1,028 kg/m3 maka tailing diharapkan akan mengendap di dasar laut dan dimungkinkan tidak akan terjadi dispersi ke permukaan air laut. Pada kenyataannya laut adalah sangat dinamik dimana sangat jarang ditemukan hal yang statis terjadi di laut. Pencampuran dan sirkulasi arus selalu terjadi melalui proses yang berskala besar seperti arus global, pasang surut ataupun yang lebih kecil lagi seperti angin, internal waves disamping kemungkinan terjadinya upwelling dan tsunami akibat gempa. Kondisi lingkungan sebelum PT NMR beroperasi yang didapat dari Studi AMDAL menunjukkan secara alami kandungan logam berat (misalnya Arsen dan Merkuri) di kawasan ini cukup tinggi. Di air sungai (sebagai contoh di Sungai Mesel) konsentrasi arsen (As) relatif tinggi. Laut: konsentrasi logam-logam berat termasuk Arsen dan Merkuri di air laut masih di bawah baku mutu, namun konsentrasi logam berat di sedimen pada laut dangkal cukup tinggi. Kandungan arsen (As) di air tanah pada beberapa titik pemantauan di Kecamatan Ratatotok melebihi baku air minum (0.05 mg/L). Perlu diperhatikan juga kegiatan lain yang berjalan seiring dengan beroperasinya NMR. Kegiatan PETI (penambangan emas tanpa izin) yang menggunakan logam Merkuri (Hg) untuk mengekstraksi emas terdapat di daerah tersebut. Sedangkan kesehatan masyarakat yang tinggal di Teluk Buyat 4 KK (70 KK) dengan mata pencaharian Nelayan Penyakit yang diderita oleh warga pada umumnya adalah malaria dan diare, bukan penyakit kulit.
2.2 Permasalahan 2.2.1 Penanganan Dugaan Berbagai media masa dan elektronik memberitakan adanya dugaan kasus pencemaran lingkungan yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat khususnya penduduk Desa Buyat Pantai. Sebagai tindak lanjut atas pemberitaan tersebut maka Pemerintah melalui rapat Menko Kesra meminta Kementerian Lingkungan Hidup segera menindaklanjuti dengan membentuk “Tim Penanganan Kasus Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan Hidup Di Desa Buyat Pantai Dan Desa Ratatotok Kecamatan Totok Timur Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara” melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 97 Tahun 2004. Tim penanganan kasus pencemaran tersebut mempunyai tugas dan fungsi membantu Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam memberikan (supervisi pengarahan) saran masukan sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam penyelesaian kasus pencemaran dan/atau perusakaan lingkungan hidup yang didasarkan pada kajian hasil penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak maupun pengambilan sampel dan analisis kualitas lingkungan di sekitar Teluk Buyat.
2.2.2 Pelanggaran Izin Informasi AMDAL • Bahwa berdasarkan hasil evaluasi atas RKL/RPL yang telah disampaikan oleh Kementerian LH sebagaimana tersebut diatas dapat disimpulkan telah terjadi pelanggaran atas ketentuan RKL/RPL yang secara hukum dapat dikategorikan sebagai pelanggaran atas syarat izin dan dapat dipergunakan sebagai dasar bagi instansi pemberi izin untuk menerapkan sanksi administrasi. • PT NMR telah memberikan informasi yang tidak benar mengenai Thermocline. • Penentuan letak Thermocline didasarkan pada asumsi-asumsi modelling yang tidak valid seperti yang telah disebutkan pada dokumen AMDAL. • PT NMR telah mengetahui atau setidaknya patut mengetahui bahwa penentuan titik Thermocline tidak valid, akan tetapi ternyata PT NMR tidak memiliki itikad baik untuk melakukan modelling ulang. • Kealpaan tidak validnya penentuan titik Thermocline dan tidak dilakukannya modelling ulang merupakan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 42 (1) dan ayat (2) UU No. 23 tahun 1997 • Pemberian informasi yang salah yang kemudian mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 43 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 23 tahun 1997.
Pengelolaan B3 dan Pembuangan/Dumping Tailing ke Laut • PT.NMR melakukan dumping tailing yang telah dilakukan sejak tahun 1996 tanpa memiliki izin • Tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah melakukan dumping tailing sejak 1999 hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar Pasal 20 ayat (1) UU No. 23 tahun 1997 • Tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah melakukan dumping tailing ke laut sejak 1999 hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar Pasal 9 ayat (1) PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut. • Surat yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup No. B-1456/BAPEDAL/07/2000 bukan merupakan izin. • Dengan demikian pembuangan tailing tersebut merupakan perbuatan pembuangan limbah B3 tanpa izin yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 43 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) UU No. 23 tahun 1997. • Terhadap tindakan yang dilakukan oleh PT. NMR yang telah membuang limbah B3 ke laut sejak 1999 hingga 2004 tanpa memiliki izin adalah melanggar PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut. • Berdasarkan Evaluasi Laporan Pelaksanaan RKL/RPL yang dilakukan oleh MenLH limbah B3 PT NMR tidak tereduksi dengan baik (hasil detoksifikasi melebihi baku mutu), hal ini melanggar Pasal 9 ayat (1) PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 • Berdasarkan telaah dokumen tidak ditemukan izin pengolahan limbah B3 sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf (a) PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999
Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan • Berdasarkan temuan Tim Teknis Penanganan Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Teluk Buyat Ratatotok Minahasa Selatan yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan SK Menteri Lingkungan Hidup No. 97 tahun 2004, diperoleh temuan-temuan sebagai berikut: • Berdasarkan hasil Evaluasi Laporan Pelaksanaan RKL/RPL yang dilakukan oleh MenLH, kadar logam berat setelah proses detoksifikasi yang dilakukan oleh PT. NMR masih berada diatas standar yang ditentukan di dalam surat Menteri LH No. B-1456/BAPEDAL/07/2000. • Konsentrasi Arsen, Merkuri, dan Sianida terlarut dalam sedimen teluk Buyat lebih tinggi bila dibandingkan sedimen teluk Totok dan Titik Kontrol. Arsen total dan Merkuri total dari semua hasil penelitian menunjukan trend meningkat bila dibandingkan dengan hasil Amdal 1994. • Dari konsentrasi Arsen dan Merkuri terlihat bahwa sedimen di lokasi penempatan tailing termasuk polluted sediment, sesuai dengan ASEAN Marine Water Quality Criteria, 2004. • Berdasarkan rona awal Amdal diketahui kandungan Arsen tidak terdeteksi pada sumur penduduk desa Buyat. Dari 6 (enam) contoh air sumur penduduk, kadar Arsen yang berasal dari 4 (empat) sumur penduduk di desa Buyat diatas baku mutu yang dipersyaratkan dalam PERMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002. • Pada tahun 2000 sampai Desember 2003, air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat pantai Buyat disuplai oleh PT.NMR melalui truk tangki. Dari informasi diketahui bahwa sumber air minum berasal dari sumur bor desa Ratatotok (WB2, WB7, dan WB8). Dari data sumur bor yang diambil dari desa Ratatotok menunjukan bahwa air telah melampaui baku mutu Arsen menurut PERMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002. • Berdasarkan index keragaman plankton dan bentos ditemukan Indeks diversitas fitoplankton (I.D Simpson) di daerah penimbunan tailing stasiun A,B,C, E di Teluk Buyat diperoleh nilai sebesar 0,061 – 0,493, artinya telah mengalami perturbasi (gangguan). Indeks diversitas pada benthos (I.D Shannon & Wienner) di daerah penimbunan tailing stasiun A,B,C,D, E di Teluk Buyat diperoleh nilai sebesar 0.683 – 1.099 yang menyatakan adanya pencemaran berat. • Bahwa kadar arsen total rata-rata pada ikan (1,37 mg/kg) sudah melampaui baku mutu kadar total arsen yang ditetapkan oleh Dirjen POM sebesar 1 mg/kg. • Bahwa asupan Hg harian penduduk dewasa Desa Buyat Pante sebanyak 82,82 % dari TDI (Tolerable Daily Intake)/60 kg, sedangkan untuk anak-anak berbobot badan 15 kg adalah 80,98 % dari TDI/15 kg telah mendekati batas TDI (mengacu pada standar US EPA) • Dengan konsumsi ikan 0,45 kg per hari telah melampaui standar WHO yaitu 2 mg/kg dengan makan ikan sebanyak 250 gr/minggu. • Bahwa dari perhitungan Daily Intake (DI) didapatkan nilai Hazard Index (HI) melebihi 1, artinya termasuk dalam kategori mempunyai resiko tinggi terhadap kesehatan manusia. (mengacu pada standar US EPA). • Bahwa berdasarkan literatur (Morton Lippmann.2000, Environmental Toxicants 2nd Ed, Human Exposures and Their Health Effects) Arsenic dapat masuk ke dalam tubuh manusia secara umum melalui makanan dan minuman baik dalam bentuk organik maupun inorganik. Gejala akibat keracunan Arsenic akan mengakibatkan antara lain hyperkeratosis, epithelima, and several cancer. • Dari fakta-fakta tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan kualitas air sumur gali, air suplai,air sumur bor, sedimen, bentos, plankton, phitoplankton, dan ikan mendekati dan melebihi baku mutu yang ditetapkan. Kondisi ini telah menimbulkan dampak terhadap kualitas lingkungan serta kesehatan manusia. • Bahwa hal tersebut di atas merupakan akibat dari suatu perbuatan perbuatan pidana yang perlu pembuktian akibatnya. Pembuktian pencemaran dan kerusakan dapat membandingkan dengan standar dan/atau referensi dan/atau pendapat ahli. Perbuatan ini diatur dan diancam dalam pasal 41 jo pasal 42 jo pasal 43 UU No. 23 tahun 1997
2.3 Saran dari tim teknis Terdapat beberapa saran dari tim teknis mengenai kasus buyat, berikut adalah sebagian saran yang dikutip kesimpulan dan saran Laporan Penelitian tim teknis: Pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya dalam pengawasan dan pembinaan serta meningkatkan dana pemantauan dan pengawasan. Pemantauan lingkungan dan mengkaji ulang perizinan pembuangan tailing ke laut yang telah ditetapkan. Dan dihimbau agar pemerintah tidak mengeluarkan izin baru pada kegiatan sejenis untuk membuang tailing ke laut. Pemerintah agar segera melengkapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup khususnya perizinan pembuangan tailing; dalam pemberian rekomendasi. AMDAL sekaligus ditindaklanjuti ijin pengelolaan limbah, sehingga tidak terjadi kesenjangan bagi investor yang sudah menginvestasikan dananya untuk pengelolaan limbah, sementara ijinnya belum keluar. Pengolahan bijih emas dalam kegiatan PETI perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan dari instansi terkait, sehingga tidak membuang limbah langsung ke sungai serta mencegah terjadinya pencemaran ke udara. Penambangan Rakyat baik dari aspek legal maupun teknis karena kegiatan tersebut mempunyai resiko yang tinggi terhadap kesehatan lingkungan. Akibat dibuangnya tailing tidak dibawah termoklin telah menyebabkan terjadinya pencemaran pada sedimen di Teluk Buyat sehingga disarankan dilakukan pemantauan oleh pihak PT.NMR dan juga pemerintah sampai dengan 30 tahun yang akan datang. Bilamana pada hasil pemantauan telah terjadi pemulihan secara alami sebelum 30 tahun maka pemantauanya dapat dihentikan oleh pihak PT. NMR dengan persetujuan pemerintah (PP 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun 1999) Pemantauan pasca tambang untuk biota laut (Plankton,Benthos dan ikan serta rumput laut dan lamun),bersamaan dengan pemantauan kualitas air parameter fisik dan kimiawi,minimal 2 kali/tahun (musim hujan dan kemarau). Untuk proses sejenis dengan PT. NMR di waktu mendatang, perlu dilakukan pemantauan yang ketat selain pada tailing sebelum di lepas ke lingkungan juga dilakukan pada proses sebelum proses detoksifikasi; sehingga kemungkinan terjadinya lonjakan kadar polutan pada tailing bisa diminimalkan dan dilakukan kontrol kontinu. Masyarakat harus mengurangi makan ikan dan menghindari memakan bagian dalam ikan, dimana terjadi akumulasi Hg dan As. Pembuatan peraturan di masa yang akan datang seharusnya memperhatikan jenis limbah dengan peraturan yang terkait, serta kemampuan laboratorium yang menunjang untuk analisanya. Disarankan juga kepada Pemerintah untuk mempublikasikan hasil laporan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat menerima informasi yang benar tentang kasus ini, juga disarankan agar Pemerintah kepada PT.NMR menarik semua iklan di semua media cetak dan elektronik yang menyesatkan tentang kondisi kualitas lingkungan di teluk Buyat.
III. Pembahasan Setiap kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup harus memiliki AMDAL sebagai dokumen studi kelayakan lingkungan. PT NMR telah menyelesaikan syarat ini walaupun belum memiliki ijin untuk membuang tailing ke perairan / laut. Perlu diketahui juga dalam pembuangan tailing oleh NMR. KLH memberikan syarat agar NMR membuat ERA (ecological risk assesment), ERA ini sendiri telah diserahkan kepada KLH, akan tetapi berhubung tidak sesuai akhirnya ERA ini ditolak. Hal ini berarti ijin pembuangan tailing belum dimiliki oleh NMR. ERA sendiri merupakan suatu proses yang mengevaluasi kemungkinan yang terjadi atau telah terjadinya efek-efek ekologis yang merugikan akibat pemaparan saru atau beberapa stressor. Sehingga diharapkan setelah adanya ERA maka risk manager dapat memperhitungkan atau menyusun strategi bagaimana meminimasi resiko yang terjadi. Dengan belum dimilikinya ijin pembuangan tailing oleh NMR dan perusahaan ini tetap membuang tailingnya menunjukkkan ketaatan perusahaan terhadap pemerintah diragukan. Terlepas dari berbahaya atau tidaknya tailing tersebut. Pelanggaran lain adalah mengenai informasi AMDAL, dengan tidak validnya titik termoklin (karena perairan tersebut sangat dinamis, terdapat perubahan-perubahan lingkungan yang menyebabkan titik termoklin tidak diketahui secara pasti) maka tailing dapat menyebar keseluruh perairan sekitar dan pada akibatnya akan memncemari ekosistem perairan tersebut. NMR pun telah mengetahui bahwa titik tersebut tidak valid, akan tetapi agaknya belum memiliki itikad baik untuk memperbaikinya. Kemudian berdasarkan evaluasi Laporan pelaksanaan RKL dan RPL kadar logam berat setelah detoksifikasi yang dilakukan NMR masih diatas standar yang ditentukan. Pemerintah telah mengetahui terjadinya pelanggaran terhadap RKL/RPL akan tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Setelah pencemaran tersebut diangkat ke media massa dan menjadi berita yang besar, pemerintah baru menentukan sikapnya. Padahal seharusnya bila ada kehendak sebelum pemberitaan muncul pemerintah harus segera memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Indikasi terjadinya pencemaran lingkungan dapat dilihat dari : Konsentrasi arsen, merkuri dan sianida di teluk buyat lebih tinggi dibanding di titik kontrol. Konsentrasi Arsen yang terdapat di 4 sumur penduduk desa buyat diatas baku mutu yang dipersyaratkan, padahal pada rona awal tidak ditemukan konsentrasi Arsen di sumur penduduk. Hal ini menunjukkan telah terjadi leachate dari kegiatan tambang di NMR. Melalui pemantauan dari segi biologis seperti indeks diversitas, plankton, phitoplankton dan ikan telah terjadi perubahan kualitas yang melebihi baku mutu yang ditetapkan. Kondisi ini dapat menimbulkan dampak terhadap kualitas lingkungan serta kesehatan manusia.
Saran saran dari tim teknis dapat menunjukkan pula kekurangan-kekurangan yang terdapat di lokasi pencemaran. 1. Mengenai pemantauan dan pengawasan yang dilakukan pemerintah seakan masih dibawah standar baik itu melalui hal teknis maupun dari pembiayaan yang terbatas. 2. Perizinan pembuangan tailing harus ditetapkan apakah pembuangan ini benar - benar aman, karena bila terjadi kesalahan dari pemrakarsa dan sulit diperbaiki akan menjadi kesulitan tersendiri bagi pemerintah dan terlanjur terjadi pencemaran. Ada baiknya bahwa ijin pembuangan tailing ini dicermati dengan seksama dan apabila memungkinkan mencari alternatif lain karena pemantauan dan pengawasan pemerintah terbukti sangat terbatas. 3. Terpisahnya persyaratan AMDAL dengan perijinan pembuangan tailing mempersulit pemrakarsa dalam berproduksi. Ketika AMDAL telah disetujui tetapi ijin pembuangan limbah belum selesai akan mengganggu dalam proses produksi sehingga pemrakarsa menjadi bingung, yang pada akhirnya cenderung untuk melupakan ijin pembuangan limbahnya. 4. Pengolahan biji emas dalam kegiatan PETI tidak mendapat bimbingan dan arahan yang dapat memberikan pengetahuan tentang pengelolaan limbah dan akibat dari pencemaran akibat dari kegiatan tersebut. 5. Pemantauan dari sedimen yang tercemar tailing harus dilakukan mengingat batas termoklin yang berubah-rubah. Pemantauan ini dilakukan sampai 30 tahun mendatang atau hingga terjadi pemulihan secara alamiah 6. Keterbatasan pemerintah dalam menyusun peraturan dan kemampuan laboratorium harus segera diperbaiki mengingat limbah yang terkait adalah limbah yang termasuk dalam limbah B3.
IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari uraian diatas adalah 1. Pelanggaran mengenai pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di buyat disebabkan kurangnya ketegasan dari pemerintah. Walaupun telah terdapat hasil evaluasi Laporan pelaksanaan dari RKL/RPL, pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa. 2. Itikad baik dari perusahaan sangat dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya persyaratan dari pemerintah mengenai peraturan peraturan. 3. Peraturan-peraturan dan dokumen seperti halnya AMDAL dalam suatu kegiatan yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup dapat digunakan untuk mengetahui ketaatan pemrakarsa terhadap pemerintah dan kehendak untuk melestarikan lingkungan hidup. 4. Peraturan – peraturan mengenai pembuangan tailing perlu segera ditetapkan, mengingat keterbatasan dalam hal pengawasan oleh pemerintah.
Saran 1. Perlu dikaji ulang apakah pembuangan tailing ke dasar laut merupakan satu-satunya cara. 2. Pemantauan lingkungan di daerah penduduk dan sumber makanan (dalam hal ini perairan laut) mutlak dilakukan selama kegiatan berlangsung. Apabila terdapat indikasi pencemaran dapat dievaluasi darimana sumber pencemaran dan dengan segera dapat diperbaiki. 3. Pemeriksaan kesehatan penduduk dapat dilakukan selama kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan ditutup, sehingga dapat diketahui kecendrungan kesehatan apakah akibat bahan pencemar dari kegiatan atau akibat lain. 4. Diperlukan ketegasan pemerintah untuk menghentikan kegiatan bila terdapat indikasi pemrakarsa tidak taat pada peraturan.
Daftar Pustaka 1. Kepmen LH No 86/ tahun 2002 tentang pedoman pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan. 2. PP RI no 27/ tahun 1999, tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 3. KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2004, LAPORAN PENELITIAN Penanganan Dugaan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup Di Desa Buyat Pantai Dan Desa Ratatotok Kecamatan Ratatotok Timur Kabupaten Minahasa Selatan Propinsi Sulawesi Utara , http://www.menlh.go.id/i/art/pdf_1102322765.pdf http://www.menlh.go.id/i/art/pdf_1102480761.pdf http://www.menlh.go.id/i/art/pdf_1102322810.pdf http://www.menlh.go.id/i/art/pdf_1102322799.pdf
i'm just person who like to find something new, i had a lot of knowledge, from the outdoor lifestyle (survival, management rope, navigation, GPS, making shelter at tropical forest, etc), photography, a little martial art, motorbike ( your bike want to serviced, accept take appart but not accept built :D naon deuihhh terima bongkar ga terima pasang maksudnya hiihihi)